A.
Latar Belakang
Angklung
merupakan salah satu budaya Jawa Barat yang menjadi khasanah Bangsa. Kebanyakan
orang mungkin menilai bahwa angklung hanyalah simbol budaya orang Sunda.
Padahal kenyataannya, angklung bisa menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia untuk disejajarkan
dengan budaya dari bangsa lain. Angklung
sebagai alat musik tradisional Sunda, saat ini sudah mulai dikenal hingga
mancanegara. Hal ini tidak lepas dari peranan pihak-pihak yang sangat gencar
untuk mempromosikan dan melestarikan salah satu kekayaan budaya Indonesia ini.
Indonesia
memiliki kebudayaan beragam yang tersebar hampir diseluruh penjuru negara. Yang
menjadi permasalahan adalah bagaimana masyarakat Indonesia sebagai masyarakat
yang bijak dapat melestarikan kebudayaan negara sebagai bagian dari identitas. Terlebih
mempertahankan budaya tradisional ditengah arus globalisasi yang melanda disegala
aspek kehidupan.
Angklung
sebagai seni musik Jawa Barat berkembang,
sebagaimana cirikhas budaya yakni bersifat dinamis. Era globalisasi
dimana aliran musik dan berbagai macam alat musik asing masuk di Indonesia pada
akhirnya turut mewarnai perkembangan musik angklung. Hal tersebut lantas
menjadi kajian apakah seni musik angklung dapat mempertahankan eksistensinya
ditengah arus global atau punah dan digantikan musik-musik barat.
B. Angklung
Kata
Angklung berasal dari bahasa Sunda, yaitu “angkleung-Angkeungan”, yang berarti
gerakan pemain angklung yang menghasilkan suara klung. Secara etimologis,
angkulng berasal dari kata “angka”, yang berarti nada dan “lung” yang berarti
pecah. Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari ruas – ruas bambu,
dimana cara memainkannya adalah digoyangkan serta digetarkan oleh tangan.
Keberadaan
angklung tidak dapat dipisahkan dari seni karawitan (seni musik). Dalam
mitosnya, angklung dulu digunakan sebagai bagian ritual yang mengawali
penanaman padi. Hal tersebut muncul ketika masyarakat Sunda yang agraris dan
memiliki sumber kehidupan dari padi (pare). Angklung dimainkan untuk memikat
Dewi Sri agar turun ke bumi dan dapat memberikan kesuburan pada padi yang telah
ditanami oleh rakyat tersebut. Dalam perkembangannya saat ini, angklung tidak lagi
berfungsi hanya sebagai sarana upacara keagamaan, melainkan beralih menjadi
alat pendidikan musik nasional.
Angklung tetap bertahan dalam dinamisasi kebudayaan
ditengah perkembangan zaman. Hal ini tidak lepas dari peranan pihak-pihak yang
sangat gencar untuk mempromosikan dan melestarikan salah satu kekayaan budaya
Indonesia ini. Saung Angklung Mang Udjo Bandung sebagai sanggar seni
angklung, “Lentera Nusantara” yang berusaha
membuat alat musik angklung ke dalam produk game, antara lain adalah pihak-pihak yang ikut serta melestarikan seni musik angklung.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan
angklung sebagai alat musik Nasional melalui Surat Keputusan No.182/1967 pada
tanggal 23 Agustus 1968. Pada tanggal 16 November 2010, angklung diakui dunia sebagai
seni musik Indonesia melalui pengesahan UNESCO dalam sidang ke-5 di Nairobi, Kenya.
Hal ini menjadi bukti bahwa angklung dalam perkembangannya tidak hanya dikenal
didalam negeri namun telah dikenal oleh masyarakat internasional.[1]
C. Angklung Kolaborasi Sebagai
Wujud Globalisasi
Era globalisasi dalam bidang
kebudayaan khususnya seni musik ditandai dengan masuknya berbagai aliran musik
berikut masuknya berbagai macam alat musik dari luar di Indonesia. Aliran musik
jazz, pop, berikut alat musik seperti gitar, drum semakin dekat dengan
masyarakat Indonesia. Namun demikian dengan sedikit eksplorasi, kesenian
angklung dapat bertahan. Bahkan musik angklung berkembang menjadi musik
kolaborasi yang modern tanpa menghilangkan alat musik angklung sebagai aspek utama.
Ditengah
arus globalisasi ini, kampanye pengenalan dan pelestarian angklung yang dikemas
secara modern dalam bentuk konser dan sejenisnya. Angklung tidak hanya
membawakan lagu-lagu tradisional, lagu-lagu perjuangan, ataupun lagu-lagu yang
terkenal di Indonesia, melainkan juga membawakan lagu-lagu yang berasal dari
luar Indonesia. Disini berhasil dibuktikan bahwa angklung, sebagai seni budaya
tradisional Indonesia tidak hanya mampu mengiringi lagu-lagu yang bersifatnya
tradisional, namun dengan sedikit eksplorasi, angklung bisa juga digunakan
untuk mengiringi lagu-lagu modern seperti saat sekarang ini.
Kolaborasi
seni musik angklung dengan musik jazz sebagaimana yang dilakukan oleh Angklung
Jazz Ensemble menjadi bukti bahwa angklung alat musik angklung sebagai instrumen etnik dapat
dikolaborasikan dengan warna
dan genre musik apa pun.[2] Konser sebagai salah satu bentuk pengenalan dan
pelestarian angklung baru-baru ini tdak hanya dilakukan didalam negeri. Konser
dengan tema "Angklung:
The Musicals" yang diselenggarakan oleh Keluarga Paduan Angklung SMAN 3
Bandung (KPA3) dilaksanakan pada hari senin tanggal 17 Juli 2011 di Esplanade Concert Hall Singapura.
D. Penutup
Globalisasi sebagai fenomena yang
merubah segala tatanan berbagai bidang kehidupan muncul seiring dengang
berkembangnya ilmu pengetahuan transportasi dan komunikasi. Globalisasi
mempengaruhi segala lini kehidupan tidak terkecuali dalam bidang seni budaya,
namun perlu ditekankan disini bahwa globalisasi tidak sepenuhnya berdampak
negatif dan menghilangkan identitas atau jati diri suatu bangsa. Bahkan tidak
jarang, fenomena globalisasi memberikan warna baru dalam perkembangan
kebudayaan yang dinamis.
Masuknya pengaruh musik barat
berikut berbagai alat musik yang masuk di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan kesenian musik diberbagai daerah. Tidak terkecuali seni musik
tradisional angklung yang menjadi salah satu simbol kebudayaan masyarakat
Sunda. Globalisasi memberikan warna baru dalam perkembangan alat musik etnik
ini.
Masuknya aliran musik luar berikut
berbagai alat musik yang bernuansa barat mendorong musisi di Indonesia untuk
bereksplorasi agar kesenian musik etnik angklung tidak tergeser. Angklung dalam
perkembangannya kemudian dikolaborasikan dengan berbagai jenis musik, misalnya
dengan musik genre jazz. Hal ini menjadi bukti bahwa angklung sebagai instrumen etnik dapat
dikolaborasikan dengan warna
musik apa pun.
Sumber :
Sofian Dwi,
“Festival Jazz”, Kompas, edisi Rabu,
10 Maret 2010.
Yurnaldi, “Musik
Angklung, Kolaborasi yang Memesona”, Kompas,
edisi Kamis, 18 November 2010.
1 komentar:
sabung ayam online
Posting Komentar