UA-150421350-1

Kamis, 20 September 2012

MARCO KARTODIKROMO: JURNALIS PEMEGANG PRINSIP PERGERAKAN



Jurnalis harus bisa berdiri sendiri juga yang keras hati dan tidakboleh main komidi guna mencari enak sendiri (Marco Kartodikromo,Sinar Hindia, 14 Agustus 1918)
Oleh :Waidkha Yuliati
Pendahuluan
Aktifitas politik tidak selamanya ditempuh melalui tahapan jenjang dan kemudian terjun mendirikan atau bergabung dengan organisi pergerakan. Bidang pers kemudian banyak dipilih sebagai  alternatif sarana perjuangan. Gagasan pemikiran tentang kondisi sosial masyarakat dan kedudukan pemerintah kolonial digali dan kemudian disuarakan melalui pers. Pers dapat berdiri sendiri, namun dalam praktiknya pers kemudian tidak dapat dipisahkan dari organisasi-organisasi pergerakan.
Pers memiliki posisi vital pada masa pergerakan nasional. Seiring berjalannya roda modernisasi dan menggeloranya ide nasionalisme, kebutuhan akan informasi mendorong meningkanya penyebaran komunikasi massa melalui media cetak. Tokoh-tokoh perintis kemerdekaan menyuarakan gagasan-gagasan persamaan dan kebebasan dengan tetap memegang teguh prisip pergerakan. Salah seorang yang patut diperhitungkan adalah Mas Marco Kartodikromo sebagai tokoh perintis jurnalis pemegang prinsip pergerakan.

Biografi Singkat Marco Katodikromo
            Marco Kartodikromo lahir di Cepu pada tanggal 25 Maret 1897. Marco membangun aktivitas politik pada zaman kemerdekaan tidak melalui jenjang pendidikan sekolah sebagaiamana lazimnya pemimpin pergerakan lainnya. Marco Kartodikromo membangun aktivitas politik melalui dua media yakni pers dan penjara.  Marco Kartodikromo memilih pers justru karena bidang tersebut pada saat itu memiliki kebebasan yang sangat terbatas dari Pemerintah Kolonial.
            Pendidikan Barat yang ditempuh Marco Kartodikromo lebih rendah jika dibandingkan pemimpin-pemimpin pergerakan lainnya. Marco Kartodikromo tidak dapat dibandingkan dengan Tjipto Mangoenkoesoma, Darsono, Soewardi, atau Tjokroaminoto yang semuanya lulusan ELS, HBS, dan Stovia. Pendidikan Barat yang ditempuh, membuat mereka tidak hanya mampu berbicara dengan Bahasa Belanda namun mereka juga terampil menungkan ide-ide dalam Bahasa Belanda. Tulisan-tulisan Marco Kartidikromo yang hanya memperoleh pendidikan sekolah dasar Umum Angka Dua di Bojonegoro kebanyakan hanya menggunakan bahasa Melayu bercampur Jawa.
              Awal keterlibatan Marco dibidang Pers adalah menjadi pembantu redaktur majalah Medan Prijaji (MP) di Bandung tahun 1912. Keterlibatan Marco di dunia pers semakin matang melalui kiprahnya dalam surat kabar Doenia Bergerak (DB) yang dipimpinnya. Namun akibat tiga buah artikel dalam majalah Doenia Bergerak yang bertemakan ketidakbenaran orde kolonial, Marco untuk pertama kalinya terkena persdelict (delikpers).
            Hukuman penjara selama 8 bulan (Juli 1915-Maret1916) akibat delikpers yang pertama, kemudian berlanjut dengan hukuman-hukuman lain. Marco Kartodikromo menjalani berbagai pidana baik hukuman penjara maupun pidana pembuangan. Pemerintah kolonial bertindak, bagaimana agar tokoh pergerakan terputus dari duniannya di Hindia Belanda.
            Marco menerima pidana pembuangan di Kamp Konsentrasi Digul tahun 1927. Kamp konsentrasi Digul yang jauh dari tanah kelahiran, menyebabkan sulitnya penelusuran terhadap detik-detik akhir perjalanan politiknya. Aktifitas politik diluar tertutup  bagi Marco Kartodikromo. Akibat penyakit malaria dan paru-paru yang dideritanya, Marco Kartodikromo meninggal dalam pembuangan tahun 1932.     

Jurnalis Pemegang Prinsip Pergerakan
Masuknya modal asing yang mengalir ke Hindia Belanda menyebabkan perubahan dalam cara produksi dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Masuknya jaringan kereta api membuat penduduk bumiputera terutama di Jawa, dapat bergerak leluasa dari satu kota ke kota lainnya. Kota-kota yang dilalui jalur kereta api berkembang dan melahirkan berbagai produk-produk gagasan seperti surat kabar, jurnal,buku, novel, teater dan lagu.
Memasuki abad XX terutama pada tahun 1906 ketika undang-undang baru pers memberlakukan sensor, jumlah dan sirkulasi surat kabar berkala berbahasa melayu meningkat. Meskipun tidak tersedia data tentang sirkulasi barang cetakan melalui jasa pos, namun secara umum sejak tahun 1890 sampai 1910 presentasi bertambah senilai 370 %. Selain industri pers Cina yang meningkat, jurnalisme orang-orang pribumi pun turut ambil bagian.
Kemunculan jurnalis-jurnalis pribumi dengan menulis artikel, memberikan komentar surat pembaca, dan menyunting surat kabar boleh dikatakan sedang memimpin sebuah “embrio bangsa” dan mengekspresikan solidaritas pembaca sebagai kaum pribumi. Kemunculan jurnalis dan perkebangan percetakan juga merupakan kunci terjalinnya hubungan antara pemimpin pergerakan dan para pembaca yang tidak dikenalnya. Tanpa adanya alat untuk menyampaikan gagasan kepada para pendengarnya maka pergerakan tidak akan pernah lahir. Inilah yang kemudian dikatakan bahwa industri pers mampu berdiri sendiri, namun keberadaannya kemudian tidak dapat dipisahkan dari organisasi-organisai pergerakan.
Awal keterlibatan Marco dalam dunia jurnalistik dimulai dengan keikutsertaannya dalam redaktur pendamping majalah Medan Pr ijaji (MP).
  

2 komentar:

Hasbymarwahid@blogspot.com mengatakan...

Inspirasinya pram setelah sang pemula..

susuultra023 mengatakan...

sabung ayam online

Posting Komentar

ww
ss